Bagaimana pendapat anda tentang laman ini ?

Statistik

Kamis, 21 Juni 2012

Historia - Semester 2

Bismillahirrahmaanirrahim

Ada berbagai macam cerita selama masa kurang lebih 4 bulan masa perkuliahan ini, artinya dimasa - masa penuh dengan macam - macam kegalauan yang mampir kedalam kehidupan saya, anda, dan kita semua. Tapi, itu hanyalah satu bagian kecil dari memori - memori yang tercatatkan dalam sejarah besar kita masing - masing.

Kemudian, ceritanya akan dimulai dari refleksi kami sebagai mahasiswa. Ya Allah, satu sisi bagi yang sudah pernah hinggap di pesantren - pesantren dalam kurun waktu yang lama, dan mengoptimalkan masa - masa "tak nikmat: itu, tentunya "Kulliyah al-Dirasah al-Islaamiyyah"  UIN Jakarta secara umum bukanlah perkuliahan yang menyulitkan, kalaupun kendala penggunaan bahasa itu akan mudah (Insya Allah) terselesaikan dalam waktu yang tidak lama karena dalam dunia teks dan interpretasi makna - makna tidak mengalami masalah yang berarti. Tapi, kalau tidak, maka cukup menjadi problematika yang cukup memakan waktu dan pikiran (itupun kalau mau dipikirkan).

Di semester genap ini, yang perlu ditekankan adalah bahwa kami tidak bertemu kembali dengan teks - teks berbahasa Indonesia, apalagi Inggris (keduanya menggunakan huruf yang sama). Dan, kami kira mata kuliah yang disampaikan mulai terlihat "taji"nya , sehingga sebetulnya butuh perenungan, pemahaman, dan yang cukup mendalam (itu pun juga kalau mau dilakukan, lain cerita nantinya kalau malas wa akhwaatuhaa menghampiri). Disisi lain, kami pernah merasa bahwa diperkuliahan nanti, seseorang akan dituntut untuk bersikap kritis dengan penalaran, tidak berpusat pada menghafal, dan tidak berkutat pada satu buah pemahaman saja. Inilah yang, pernah dikira oleh kami ketika melihat sosok seorang yang hendak memasuki bangku kuliah. Apalagi, disaat yang sama dunia akademis di UIN (baca: dulu IAIN) dikenal sebagai poros pemikiran yang beraneka ragam tentang Islam. Bahkan, pernah (atau mungkin masih) ditengarai sebagai tempat bersemayamanya tokoh - tokoh Islam, yang dicap liberal, karena banyak melakukan interpretasi - interpretasi yang dianggap "mencederai" makna tauhid dari Islam sendiri. Sehingga, sedikit banyak hal ini menimbulkan dorongan yang kuat untuk menelusuri hal - hal itu yang hanya diketahui lewat 'katanya-katanya' dan "media-media".

Hal ini, sepanjang yang kami amati, tidak sepenuhnya terpenuhi bahkan oleh kami sendiri. Faktor dalamnya kami kira adalah kurangnya ketekunan yang muncul pada diri kita, yang semestinya bersikap tidak lagi menjadikan buku diatas kita selalu, tapi paling tidak memahami betul buku kita letakkan diatas kita tersebut, sebelum sampai meletakkan setingkat dengan kita. Artinya, buku yang diyakini sebagai jejak-jejak ilmu adalah objek dialogis, bukan objek dogmatis sehingga, implikasinya adalah kita senantiasa berusaha menguji kebenaran didalamnya, dengan pembandingan, penelurusan, dengan berbagai macam sumber - sumber lain hingga tercapainya garis merah objek yang kita pelajari. Ini, sangat jarang selama masa ini ditemukan kami, entah sebab bahasa (sebuah masalah klasik, yang masih senantiasa ada di fakultas ini) ataukah faktor luar dimana dunia sangat mobile dan practically-oriented dalam konotasi negatif, ini ternyata sedikit banyak melupakan budaya menulis, menggali, merenungi sehingga memahami setiap apa yang kita lihat, dengar, dan ucapkan. Kami sendiri, menyadari bahwa dengan munculnya fasilitas - fasilitas jejaring sosial yang berimplikasi kepada mungkinnya mengekspresikan sikap kita masing - masing.

*bersambung