Bagaimana pendapat anda tentang laman ini ?

Statistik

Senin, 23 Juli 2012

Ngaji Rihlah Cisarua - untuk kelas a FDI


Kami hanya bisa menulis review yang singkat sesungguhnya untuk mendeskripsikan, aneka warna dan ragam yang kami amati tentang rihlah kelas yang dilaksanakan di Villa Kembar, Cisarua pada tanggal 4 – 5 Juli lalu. Dimulai dari perjalanannya, yang membutuhkan waktu yang lebih lama dari kesepakatan. Hal ini sebetulnya sangat bisa dijadikan titik pertanyaan yang mesti dijawab, yaitu kenapa terlambat untuk hal – hal penting (mungkin yang tidak penting juga begitu) menjadi suatu hal yang terulang, bahkan jadi budaya ?
Sisi lain lagi, sejak sebelum keberangkatan beberapa kawan sudah menyatakan untuk tidak ikut dengan alasan – alasan yang tidak bisa tertolakkan lagi, seperti tidak diizinkan orang tua, sudah ada jadwal acara terlebih dahulu sehingga berbenturan, dan sebagainya. Namun, yang sulit diterka adalah ketika sampai jelang hari H, tidak ada jawaban yang jelas apakah akan hadir atau tidak. Tapi, ya pada prakteknya pun hanya satu orang yang seperti itu. Ada pula, yang secara tiba-tiba membatalkan dengan kepentingan yang tidak bisa diganggu gugat ungkapnya. Ya sudah, Likulli Ra’siin Ra’yun, ungkapan yang belum lama ini kami dengar dari salah satu kawan.
Dengan perjalanan yang kurang lebih memakan waktu 2,5 jam itu tibalah kami di villa tempat kami akan menginap. Kemudian, setelah itu semua barang – barang logistic, terutama makanan karena sudah direncanakan sejak awal untuk memasak. Namun, setelah itu semua selesai sebagian lebih memilih untuk relax dan bermain – main santai. Sebagian ada yang berkonsentrasi untuk menghafal juz 2, karena ada yang belum taqdim hafalan dan diminta mengulang kehadapan ust. Willy Oktaviano, pembimbing tahfidz di FDI untuk semester 2 (patut dicontoh nih, tetap menghafal kapanpun, dimanapun). Sebagian lagi ada yang bermain di halaman. Dengan disediakannya kolam renang, ayunan, jungkat – jungkit (dua yang terakhir, inget taman kanak – kanak), sebagian terutama laki – laki lebih memilih bermain bola. Ada juga yang sibuk mengambil foto dari berbagai sisi. Ya mungkin, karena di Ciputat gak ada gunung ya hehe, tapi memang alamnya yang sejuk sangat cocok untuk meregangkan syaraf – syaraf dan relaksasi jiwa pasca Imtihaan al-nihaai al-diraasi.
               Ada sisi lain yang hampir terlupakan, ternyata beberapa teman begitu melihat sound system beserta beberapa keping CD lagu, segera mereka mengambil dan menyanyi. Ada 3 orang yang sepertinya menghayati betul, Aqoy, Bahrudin, Seniman (kalau yang ini wajar, sebelum rihlah sudah pernah menyatakan akan membuat boyband, dengan ia sebagai vokalisnya ---> ada yang aneh dari kalimat ini, sila dicermati). Kalau yang kedua, walaupun sosoknya besar, dan persepsi pertama orang akan mengira ia garang, tapi………. (ikuti terus ceritanya ya…). Kalau Aqoy, subjektivitas kami hanya bisa menilai bahwa dia punya berbagai sisi kehidupan, tapi ia tidak pernah kehilangan identitasnya (yak, semoga memang seperti itu, amin….). Tapi, yang dinyanyikan adalah lagu – lagu galau, sehingga atmosfer galau itu menyeruak keseluruh ruangan (yang ini bahasanya terlalu sastra, tapi tidak apa2), dan akan lebih lanjut terlihat dicerita selanjutnya…. Ikutilah terus !
               Setelah masuk ashar, dimulailah pembukaan acara rihlah tersebut. Dimulai, dengan pengutaraan susunan acara yang disampaikan oleh kang Fachru, sebagai seksi acara (seperti apa acaranya, ikuti terus tulisan ini……. Okey !). Kemudian, dilanjutkan dengan sambutan oleh Seniman, selaku ketua panitia. Dengan menggunakan pecinya yang khas, ia memulai dengan mengucap syukur atas terlaksananya acara ini. Sedikit juga ia menguraikan tentang beberapa teman yang tidak bisa ikut, dengan alasan – alasan yang tidak jelas, sehingga sungguh disayangkan dan semoga tidak seperti itu di acara mendatang. Kemudian, sambutan dilanjutkan oleh Rais al-Fashl (A) Zul Fajrudin. Kami, sedikit lupa apa inti dari sambutannya tersebut namun ia lebih menekankan semoga majelis persahabatannya ini menjadi semakin erat dan diisi selalu dengan kebaikan. Pokoknya, sambutannya “dalem” sekali, layaknya seorang kyai yang hendak menyampaikan wejangan kepada santri – santrinya.
               Pembukaan singkat itupun selesai, dan acara terus cair sampai jelang maghrib. Sebagian, ada yang kembali asik dengan kolam renang (maksudnya berenang gitu). Sebagian, terutama kalangan ummahaat sedang sibuk didapur menyiapkan makanan. Mulai dari ngulek sambel, masak nasi, dan lain – lain sehingga rembangnya matahari sore diiringi dengan kesibukan ibu – ibu di dapur. Yang laki – laki, sebagian ada yang membantu, ada juga yang memperhatikan dengan serius yang sedang masak (mungkin sedang membayangkan, kalau punya al-zaujah begini, benar – benar mendukung untuk pengembangan proyek keluarga sakinah…..lho kenapa jadi kesana pembicaraannya ya).
               Maghrib pun tiba, catatan menariknya adalah hingga jelang maghrib ada rencana slide yang hendak ditayangkan dengan muatan beberapa survei tentang kategori – kategori unik yang ada di kelas A. Namun, dengan bantuan Hudori yang memang bersama kami berbagi tugas untuk mengerjakan slide itu, terselesaikanlah walaupun hemat kami belum sepenuhnya memuaskan. Tapi, sisi menariknya walaupun kami mengakui pengerjaaannya cukup lambat, namun ketika mengerjakannya pun, kami sudah merasa menjadi sebuah hiburan karena banyak menelusuri foto – foto di kelas A, dengan kaidah aqbah al-shuurah, sehingga ketika mendapatkan ekspresi teraneh dari sebuah foto segeralah itu menjadi sasaran utama (sehingga jangan marah ya, tidak ada maksud menghina sama sekali tapi kami dari tim kreatif tetap memohon maaf kalau ada yang kurang berkenan). Okey, setelah itu kami semua melaksanakan sholat maghrib berjamaah, dan sangat beruntung sekali ternyata malam itu bertepatan dengan malam nishfu sya’ban. Sejak awal, memang sudah disepakati untuk mengadakan pembacaan yasin sebanyak 3 kali, seraya berdoa memohon pengampunan dimalam yang diyakini akan dicatatkanlah jumlah dari amal – amal kita selama setahun (dalam bahasa lain, tutup buku amal perbuatan (catatan: butuh pengembangan lebih jauh: 1. Studi sanad, 2. Fiqh al-hadits, 3. Istidlaalaat al-hadits).
               Sampai selesai waktu ‘isya, kami melaksanakan sholat secara berjamaah setelah itu tibalah waktu untuk makan malam. Dan special dimalam tersebut, dengan masakan sendiri oleh sekelompok ummahat kelas A. Hal ini sangat menumbuhkan suasana kekeluargaan dan kebersamaan, contoh kecilnya adalah masing – masing mengetahui siapa yang makannya banyak atau tidak. Tapi, itu menjadi tidak penting, karena mungkin “saking semangatnya” memasak sehingga porsinya banyak sekali, hatta tercecer akibat tidak begitu banyak yang makan --> intabih haadza, laa tukarrir marrah ukhroo
               Jam 20.30, acarapun dimulai. Sudah sejak awal, direncanakan untuk mengadakan acara yang dinamakan Class A Awards, namanya sih keren tapi semata -  mata sebagai gambaran factual dari peristiwa – peristiwa yang khas di kelas sehingga menarik untuk diperbincangkan (kayak acara yang kalimatnya: “setajam…….silet” lhhoo). Dimulai oleh MC oleh Enzhe (tidak ada catatan yang jelas nama ini muncul, awalnya adalah akronim dari Nurjaman --> NJ, mungkin untuk memperkuat suasana lahajat, maka berubahlah menjadi demikian) yang memang sudah langganan ngemsi sejak 6 bulan terakhir untuk event – event di kelas kami. Acara semakin membuat penasaran ketika muncul 11 nominasi yang mulai memancing gelak tawa. Dan dipilihlah nominasi pertama yaitu Anaa min al-nawwaamiin, yang diterjemahkan secara bebas menjadi “mahasiswa paling rajin tidur” (hehe, memang tidur termasuk kategori rajin yaa…..???/!?!!?). Setiap jenis nominasi, terdiri oleh tiga kandidat yang keseluruhannya telah diseleksi berdasarkan 3 urutan terbesar dari pilihan kelas. Nah, untuk bagian ini terpilihlah 3 orang sebagai nominasi nawwaamiin (tidak menggunakan Naaim¸ yang merupakan shighoh Ism al-Faa’il, namun menggunakan jenis Nawwam, satu dari empat jenis shigoh mubaalaghoh, yang mana digunakan untuk Naaim, sangat “mengena” sekali. Dengan responden, kurang lebih sekitar 29 orang, muncullah beberapa nama terkuat seperti Tholhah, Bahari al-Wasii’, dan Masrur Irsyadi (still smile… when type those words). Dan melihat kandidatnya, sepertinya masing – masing punya kans kuat untuk menang. Benar saja, setelah dilihat ternyata persaingan suaranya sangat ketat, dan dimenangkan oleh Masrur dengan 12 suara, disusul oleh Bahari dan Tholhah masing – masing 8 dan 7 suara. Kami akan mendeskripsikan dan mencoba menganalisis mengapa kandidat pertama yang menang, mengapa ? karena pemenangnya adalah yang menulis kisah ini. Ya sederhana, karena yang pertama ini sejak semester satu dikenal memang dikenal istiqomah tidur saat kuliah di jam – jam rawan, juga dimata – mata kuliah yang disampaikan secara monoton, kami sangat ingat seperti mata kuliah ‘Ulum al-Qur’an, ‘Ulum al-Hadits, Civic Education, Tajwid (banyak amat….). Tapi, sejujurnya sih, bukan apologi alias membela diri juga tapi, intensitas itu sudah dikurangi sejak semester dua karena ingin sebetulnya bertaubat dari budaya jelek ini (istajiib du’aanaa Ya Robbii). Tapi, beberapa pendapat kawan – kawan menyebutkan demikian, jadi biarkan saja ya. Jargonnya adalah an-Naum yuaddii ila al-barakah[1].
               Ok, nominasi kedua, dipilahlah karena kami sebagai pemenang maka kami memilih nominasi the-galau-est people. Benar saja, kandidat yang telah lama diperbincangkan itu akhirnya menang, Bahrudin al-Indramayuwi (nisbatan ilaa ashlihi) al-Bakasi (nisbatan ila manzilihi) al-Galawi (laqoban likatstratihi…. Hehehe). Dengan kemenangan yang nyaris mutlak, perolehan 21 suara itu bagi kami hanyalah taukid bagi manuver – manuver statusnya yang romance, tapi galau (untuk statusnya seperti apa, sepertinya tidak perlu diterangkan ya, karena kedudukannya menjadi tahshil al-haashil). Pemenang yang menyatakan sebagai mutaabi’ FPI ini selalu dikenal dengan status – statusnya yang tidak jauh – jauh berkisar tentang……. cinta. Pernah suatu saat, ia mengakui secara langsung bahwa………………. (lanjutkan sendiri saja ya).
               Kami, sudah lupa urutan – urutan penyebutannya karena dipilih secara acak. Yang jelas, ada nominasi wanita tomboy, nah yang ini pemenangnya Zakiyatul Mahmudah alias d’Zaky Averroez alias Ahmad Zaki (nama yang terakhir, ada kisahnya, bersabarlah). Kami sendiri tidak begitu tahu, mungkin karena memang gayanya yang tomboy, cuek (gak juga sih, tipe ini juga banyak), dan galak (‘indii qolill, lakinn ‘inda al-aakhoriin laa adrii). Tapi, percaya atau tidak ternyata ia seorang pekerja keras juga, terutama dalam urusan menghafal, dan ternyata diam – diam dia adalah pakar nahwu juga, terutama di kelas A. Jadi, tomboy itu hemat kami hanya tampilan luarnya saja, bahkan kalau yang jeli melihat televisi dan memperhatikan beberapa tokoh muda NU, mungkin pernah dengar nama Zuhairi Misrawi yang sering berbicara soal politik timur tengah, isu Islam di Indonesia, dan lain – lain. Aktivis Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam NU) ini ternyata kakak iparnya (pertama tahu, langsung terkesan), dan ternyata ia memang sengaja merahasiakan (pengumuman-pun mungkin apa pula manfaatnya……hmmm...).
               Nominasi lainnya masih ada sekitar 9 lagi, seperti the lebay-er (bahasa Inggris daerah mana ini….. aah haadza min al-lahajaat), ronaldo-wati, watados (akronim dari Wajah Tanpa Dosa - sok tau banget), kecil – kecil “Cabe Rawit”, Dosen Style, Kau Yang Terzalimi – Tergosipi, Kaulah Bundaku, dan The Best Couple (yang terakhir harusnya gak perlu nominasi, sudah mafhum biduuni al-tafshil wa al-tabayyun lakiin li al-taukid wa al-taakkud min fushuulih -à tapi nanti ada ceritanya kok, diusahakan !!!). Lebay-er secara dimenangkan oleh Muhammad Abdul  Halim Zuhri alias Halim (qoola qowmun: Bung Halim, qiila: Mas Halim). Dengan mengalahkan beberapa nominasi lainnya seperti Muhammad Nurjaman alias Enzhe sang eMCe, dan Muhammad Shofiyullah Mahmud (laqobuhu Ochest à nyambung gak ???, tapi sudah lama dipanggil seperti itu katanya, bawaan dari pondok). Berhubung waktu itu Bung Halim tidak hadir, karena ternyata sedang mengikuti dauroh (catatan: ane belum paham betul makna istilah ini, yang tau segera kasih masukan ya) Universitas Islam Madinah di Ponpes Darunnajah, Ulujami  - Jakarta Selatan (kalau benar – benar lolos, semoga selalu berkah dalam mencari ilmu bung). Lebih focus, kenapa harus dipilih Lebay-er, mungkin dilihatnya dari segi lenggak – lenggok, gak sih. Mungkin juga, dari sisi, apa yaa…. Bicaranya itu lho kadang suka muncul  rusuum al-nisaaiyyat (gambaran-gambaran kewanitaan), tapi  untuk hal ini kami selalu yakin ia tidak begitu, ya sudahlah… likulli ra.siin ra’yuun.
               Ronaldo – wati, sebetulnya hanya akan mudah dinilai kalau anda adalah para penghuni aspi (Asrama Sepi, eeh bukan2. yang benar  ”Asrama Putri”). Karena beberapa nominasinya misalnya, Tria Farhanah (ista’mil haa fii aakhiri, sepertinya dalam dialektika gramatika sunda/tinggi banget ngomongnya penambahan konsonan diakhir nama merupakan salah satu dari sekian mazaayaa bahasa Sunda, seperti pengulangan akhir suku kata, contohnya: Denden, Dadang, Iing. Dan masih banyak lagi, perlu diteliti juga nih, keren….), Aqoy Qoyyimah (tuh, sunda lagi), dan Zakiyatul Mahmudah. Tapi, ternyata pemenangnya, sesuai dengan perkiraan adalah yang pertama yaitu Tria Farhanah. Ketika memberikan sambutan pada malam itu, atas kemenangannya ia hanya mengungkapkan bahwa senang saja dengan permainan sepakbola, okey kalau begitu tapi ternyata tim lantainya di ASPI, pernah juara dalam kompetisi antar lantai di ASPI, okey2.
               Watados, nominasi yang untungnya semua yang menjadi kandidat kuat tidak hadir, ya mungkin tidak hadir pun tidak berdosa, ya. Watados adalah singkatan “wajah tanpa dosa”, tidak jelas dan tak terlacak sepengetahuan kami dari mana istilah itu berasal. Namun, sisi lain tidak ada deskripsi yang jelas tentang istilah ini. Tapi, dengan melihat nominasi plus pemenangnya mungkin langsung bisa menjawab kenapa demikian. Sekian nama yang masuk dalam nominasi pada kategori ini adalah Muhammad Yusri, Bahari al-Wasii’, dan Halim (masyhur bilaqb “Bung Halim). Namun, karena tidak satupun dari ketiga nama tadi yang hadir, kami akan berfokus pada nama pertama (kenapa ? karena dia yang menang, simple..kan). Bagi kami, pada awalnya ia dikenal sebagai orang yang pendiam, namun berusaha memperhatikan apa yang diamati di pergaulan – rupanya ia sangat pemalu, dan enggan berbicara. Bahkan, sangat menyedihkan jika ternyata ia tidak bertanya sedikitpun tentang hal – hal penting dalam kuliah, seperti jumlah SKS dan sebagainya. Tapi intinya, sosok yang menurut akhinaa Miftah, yang mana ia menyampaikan info ini muttashilaan ke ane (hal ini: masrur) dalam obrolan santai di Bis yang membawa kita ke Cisarua, bahwa ia ternyata sudah hafal bait Alfiyah[2], sebuah prestasi besar dikalangan santri kalau sanggup menghafal bait – bait Ibn Malik al-Andalusi (appendiks: ada kisah, mungkin ini budaya di pesantren bahwa Kyai tidak segan – segan untuk mengawinkan anak putrinya kepada salah satu santri yang berhasil menghafal 1000 bait tersebut, so apa yang akan anda lakukan para pembaca yang mungkin sudah, atau sedang, atau baru ingin menghafalkan 1000 bait yang berisi tentang qowa’id al-nahwiyyah, silahkan dipikirkan sendiri !). Sehingga, mungkin wajah bisa menyiratkan perkataan – perkataan tak sedap, tapi sisi – sisi dalam seorang Yusri (Muhammad Yusri) perlu pembacaan lebih jauh. Jadi, jangan pernah patah semangat, dan mematahkan semangat orang lain !.
               Nominasi lainnya misalnya kecil – kecil “Cabe Rawit”, penghargaan bagi mereka kaum minimalis (oooh, salah2 ya), maksudnya yang secara fisik kecil, namun punya semangat dan gaya yang kuat seperti tukang “Cabe Rawit”. Kalau bagian ini, sebetulnya tanpa perlu survei pun, sudah bisa diperkirakan. Yak, Musfiroh alias Muzviee ini memang dikenal dengan langkah – langkahnya yang pedas, tapi sebetulnya punya rasa penakut yang besar tidak bisa dinafikan juga (sorry ya mpiee,,,, hehehe). Dengan perolehan grafik yang sangat tumpang, dengan hampir 21 suara, dan beberapa nama masing – masing seperti Iliyun, dan Miftah hanya mendapat satu suara. Remaja asal Banten ini (kayak yang iya aja, kalimatnya hehehe) mungkin dinilai dari gaya berbicaranya yang ceplas – ceplos, riweeuuh (ini bahasa apa ya, tolong diterjemahkan…), dan statemennya yang aplikatif --> untuk menggetarkan hati orang, membuat ia dinilai demikian (dalam analisa kami, tapi mungkin saja salah). Harus mendeskripsikan apa lagi ya ? ya sudahlah, pokoknya selamat buat Muzviee semoga menjadi anak yang sholihah, amiin.
               Masih ada yang belum terbahas rupanya, ada Dosen Style, perlu diingat style is first step to be known about someone, as long as you know. Tatanan dekil, segera mencerminkan kesan awal bahwa ia adalah seseorang yang jarang merawat kondisi tubuhnya, sehingga kesimpulannya “penampilan adalah, kata – kata pertama yang segera bercerita tentang keadaan siapapun. Nah, kembali pada dosen style, beberapa nama yang telah masuk nominasi diantaranya rois al-qoum fii fashlinaa Dzul Fajruddin, lalu Bahari al-Wasii (belakangan sekarang ditambahkan al-Jamily Sukses, mungkin maksudnya sebagai orang yang tampan, dan juga sukses --> tapi sok tau lah, silahkan beliau langsung yang menjelaskan) dan kembali, Bung Halim walaupun suaranya ternyata berimbang dengan Yusri. Ok, singkatnya Dzul pun menang, dengan perolehan 10 suara, disusul dengan Bahari dengan 8 suara. Persaingan yang ketat ini, dalam urusan penampilan mungkin bisa diambil dari beberapa hal, karena Dzul adalah tamatan Pondok Modern Gontor, serta Bahari adalah pesantren yang “sepemikiran” dengan Gontor. Dalam sambutan atas kemenangannya (ini serius banget bahasanya) ia menyatakan bahwa ini adalah karakter yang diajarkan oleh Pesantren. Sementara saudara Bahari, sebetulnya adalah orang yang santai dan baru beberapa bulan terakhir saja mulai kembali berpakaian yang necis sekali. Alasan sederhana, bahwa karakter orang sukses juga dibangun dari cara berpakaian, sebuah pesan dari MLM. Ya, karena ia sedang semangat menekuni bisnis MLM Melia Nature Indonesia yang menekankan pada produk Propolis dan Melia Biyang. Ya, semoga berhasil dengan usahanya, walaupun jujur entah karena kurang memahami, atau lainnya kami masih enggan untuk berkecimpung di dunia seperti itu, dengan melihat kebutuhan dari produknya, dan pertanyaan kami sejak dulu adalah mengapa MLM sering mempromosikan produk yang “bukan kebutuhan utama” tetapi dipromosikan dengan sangat luar biasa, dan dalam system tersebut “karakter sukses” itu sangat dibangun sehingga terbangun semangatnya (silahkan Bung Bahari yang menjawab….. hehehe). Kembali pada pendapat yang menang, sebuah pendapat yang bagus memang, tinggal hemat kami bisakah dengan shurah orang yang rapih, necis, sehingga menunjukkan kesan sukses itu sesuai dengan langkah – langkah akademis dan pengamalan aplikatif yang telah diajarkan, waktu dan keinginan kitalah yang menentukan.
               Nominasi lainnya masih ada, Kau Adalah Bundaku, kalau ini jelas perempuan ya – pemenangnya pun sebetulnya dipastikan adalah Nur Hamidah, lebih akrab disapa oleh sebagian besar kawan – kawan Ka Hamidah. Tapi, ternyata suaranya itu hanya selisih satu dengan Mbak Anis Afifah, disusul dengan Khaulah (kalau ini sih, sebetulnya masih muda tapi omongannya yang dewasa membuat ia juga dituakan), dan Is Is ‘Izzatul Mu’minah (Ini juga keren, kekuatan ingatannya bagus sekali, orangnya pun easy going dan bisa cair dengan siapa saja). So, kedewasaan seseorang berbanding lurus dengan besar badannya (lho…), tapi sepertinya tidak juga karena dari beberapa kabar yang kami ketahui, memang keduanya adalah sosok yang paling mengayomi kaum hawa, ya setidaknya sebagai teman curhat, dan memberikan masukan – masukan bagi yang lain. Tapi, untuk Ka Hamidah al-Hafidhah (kalau pengakuannya sih belum hafidh, karena masih sisa 3 – 4 juz lagi yang belum hafal) sebagai pemenang, kami (kali ini Masrur) memberikan kalimah al-tahniah wa al-ihtiraam afwaq al-faaiqoh dengan melihat semangatnya dalam mengerahkan diri sendiri, serta mengajak yang lain untuk ikut serta dalam belajar, karena hampir setiap ada musykilaat dalam belajar, dan jika ada waktu senggang ia selalu menghubungi siapapun yang dianggap kompeten untuk mengajarkan materi – materi tersebut, bahkan yang santai – pun akhirnya terbawalah arus – arus yang dibawa ka Hamidah, dan semoga senantiasa demikian, karena bukankah mendapatkan teman yang selalu mengajak kepada kebaikan merupakan hidayah dari Allah !, dan untuk Mbak Anis yang selalu tersenyum, dan tidak pernah marah ini yang ternyata seorang yang cerdas dalam akademik, ooh syuf haadza harus ditularkan yang mbak, kepada yang lain semangatnya,  Ok mbok (enakan dipanggil mbok, gak apa-apa ya) !!.
               Nominasi lainnya adalah Dia Yang Terzalimi, tapi untuk lebih santai digantilah tergosipi (padahal gosipin orang itu bagian dari kezhaliman juga ya, Astaghfirullah al-‘Adzim). Yang dikategorikan masuk nominasi adalah Fairuz Hakimah (feeling ane sih dia yang menang), Khaulah Mujahidah Fillah, dan Musfiroh (kenapa perempuan semua yaa…), sebetulnya masih ada Hudori, Zakiyah, dan Halim serta Seniman. Masing – masing dengan perolehan 13 suara, 4 suara, 2 suara, 2 suara, 1 suara untuk 3 nama terakhir. Jadi, benarlah Fairuz Hakimah (waktu menang itu, di slidenya yang diedit saudara Hudori, fotonya diambil dengan ekspresi yang benar – benar tidak menguntungkan, tapi sangat pas dengan kondisi sebagai pemenang terzalimi, jadi mohon maaf ya, jangan diambil hati, teman saya memang begitu…… lhoo). Awalnya, kriteria tergosipi itu ketika banyaknya digosipi dekat dengan lawan jenis misalnya, berarti kesimpulannya…………………… (lanjutin aja sendiri ya, kami kehabisan kata – kata). Tapi, tetap semangat buat pemenang, semoga besok tidak terpilih lagi (kalau gak ada nominasi itu).
               Nah, ini yang terakhir The Best Couple (katanya lho, gak tau aslinya). Kami, sebetulnya merasa tidak perlu dibuat nominasi, karena pemenangnya sih sudah bisa ditebak. Yak, Miftah n’ Khaulah (khaulah lagi……) disusul oleh Hudori n’ Zaki, dan sederet nama – nama lainnya, namun hanya mendapatkan satu suara. Mungkin, sih memang benar kalau ada “sesuatu” (syahriniers) sehingga yang kami amati, kyai itu kalau sudah ngobrol sama Bu Khaulah itu, kayak salah tingkah gimana gitu. Tapi, hati – hati aja lah, setrum itu kadang – kadang suka mengeluarkan arus pendek akibat ada kabel yang rusak, atau tidak terpasang dengan baik (maknanya, sila tafsirkan dan renungkan sendiri). Kalau yang kedua, nampaknya hanya berita – berita yang syawaahid-nya tidak begitu jelas jadi segera menghilang dan tak ada kabar beritanya lagi.
               Syahdan, qod takhollashnaa di bagian Awards, acara pertama yang diadakan ini ternyata cukup mengundang gelak tawa, apalagi memang direncanakan untuk mengambil foto -  foto dengan ekspresi – ekspresi ghorib dan nadir. Kemudian, waktu yang telah menunjukkan jam 9.30 malam, dilanjutkan dengan menonton beberapa potongan film yang telah diedit. Dimulai dari perjalanan survey, menuju Cisarua . Sesi – sesi awal video ini memang banyak kesalahan istilah, terutama kasus saling memojokkan surveyor, dari komentar Che.che --> nama lain dari Seniman tentang sungai kota Bogor yang disayangkan sangat kotor, yang katanya sangat bagus kalau berwarna putih (putih, jernih kali….. memangnya susu hehehe), presentasi Hudori tentang sebuah daerah di Cisarua dan dengan pede-nya ia menyebut “kita lihat disebelah kiri saya, terdapat kebun teh” kemudian muncul jawaban “kopi, sok tau lu”, sahut Fahru sehingga menjadi special text divideo tersebut, sampai keyword yang masyhur sejak setelah survey, dan selama rihlah yaitu wawancara singkat terhadap Miftah ketika ditanya tentang perjalanan waktu itu, kemudian muncullah ceplosan kata (apa, hayo siapa yang bisa jawab …???) “apalagi ama do’i, oh subhanallah” dan kata – kata ini pun populer karena telah “bleweran” kemana – mana. Ditambah lagi dengan potongan – potongan video kegiatan selama tahun pelajaran ini (ada video yang hemat kami sebetulnya ghoir muaddab, yaitu ketika Ust. Usman, mengajar Bahasa Inggris dan ada disesi keberapa – saya lupa saat beberapa mahasiswa disuruh mempresentasikan bacaan di modul, beliau lalu garuk – garuk kepala seraya muncul flying text “syuf haadza” --> apa maksudnyaaa ini….ya sudahlah, biar akhiinaa al-kariim Hudori yang menjawab), tapi nampaknya cukup mengesankan bagi para pemirsa, pepemirmrisa,,, (bahasa siapa hayoo…).
               Sebetulnya, dalam penggarapan cerita ini, mulai muncul rasa malas meneruskan karena ternyata review ini menjadi panjaaaaaanggggg (ini efek lebay ya, bukan modus wong) sekali. Tapi gak apa – apa, tetap semangat sebagaimana, semangat kita menghadapi syahru al-qur’an alladzi maa daama Allah yanzilu al-barakah al-Mudoo’afaah ‘alainaa fiih, amiin, amiin Yaa Rabb al-‘Aalamiin.
               Setelah nonton selesai, kami sebetulnya menyangka bahwa judul acara evaluasi adalah sekedar sharing ringan dan merencanakan acara pagi yang sebetulnya sudah dipersiapkan berupa games dan sebagainya. Malah, justru membicarakan tentang angket “Kata Mereka Tentangmu” (tadinya ini rahasia lho). Rencananya adalah angket ini disebarkan bersamaan dengan angket untuk awards, namun disusun untuk dibaca secara perseorangan dan pribadi (tapi yang menyusun review ini yang menyusun, jadi punya dokumennya dan tahu seluruhnya --> saya berjanji untuk tidak berkata pada siapapun), maka setelah itu dilanjutkan dengan dengan sharing ringan, dan masing – masing berkomentar tentang kesan komentar – komentar tersebut. Dan diskusi ini, jadi panjang karena, pada keesokan harinya ternyata diteruskan lagi (ikuti terus yaa).
               Waktu sudah menunjukkan jam 10.30 dimulai dari beberapa teman yang berkomentar. Misalnya kami (baca: Masrur), lalu Shiroot yang awalnya mengeluarkan ekspresi terkesan “marah”, eeh ternyata malah terkesan betul. Ada lagi seperti Ochest, yang……… (waktu mau komentar aja, bicaranya buuerrat sekali --> presented lahajat Suroboyoan) yang berjanji kan mengubah kembali namanya menjadi Shofi (boleh diartikan jernih, bening, pure, kholish, kalau boleh kutip dari Taaj al-‘Uruus : الصَّفِيُّ : ( خالِصُ كلِّ شيءٍ ) ومُخْتارُه ، ومنه آدَمُ *!صَفِيُّ اللّهِ ، أي خالِصُه ومُخْتارُه  J. 28 hal. 428). Mungkin, dengan berganti nama, seperti katanya dengan periwayat bil al-ma’naa bisa merubah karakter karena ternyata menurut pengakuannya banyak yang berpendapat ia sebagai sosok yang usil (kosakata baru: Cunihin (sunda) artinya usil), tapi tetap semangat buat Shofi. Ada lagi, yang berpendapat seperti Bahrudin yang melakukan (lagi-lagi, saudara saudara) apologi – apologi cintanya yang “sastra” sekali. Lalu, seperti Enzhe menceritakan latar belakangnya yang ternyata dulunya seorang pendiam dan ceplas – ceplosnya dimasa kini lebih untuk mengekspresikan keberaniannya berbicara (ok, tapi bagaimana kalau berbicaranya diproyeksikan --> bahasanya untuk pendapat – pendapat yang ilmiah ya tanpa mengesampingkan becanda yang sesuatu situasi dan kondisi ---> walah, lama – lama kayak konsultan saja. Ada lagi, seperti Kang Fahru, wah hujuum sekali komentar mas jowo responnya. Gimana dengan ketua panitia ? Seniman, merasa sangat terbangun dengan berbagai komentar tersebut, hanya saja ada komentar yang menyakitkan menurutnya (maaf ya bro, siapa yang komentar tidak bisa disebutkan untuk menjaga ukhuwwah, dan stabilitas serta atmosfir kerukunan kelas) karena berhubungan dengan gaya bicara (contohnya, lihat di paragraf – paragraf sebelumnya).
                 Tapi, tidak seluruhnya dilanjutkan karena waktu sudah sangat larut sebagian sudah mulai ngantuk (termasuk kami saat itu, dan saat mengetik bagian ini. Tapi tenang, lanjutkan terus sehingga memutuskan untuk diselesaikan. Sebagian kawan – kawan ada yang bakar jagung mengisi dinginnya malam, ada yang ngobrol – ngobrol (ujungnya sih curhat…… cinta), nah ini yang terakhir gaple-an dan remi-an. Kami tidak tahu persis, karena sudah tertidur sejak awal dikamar (jadi, kurang lebih seperti itu, ada apa selama saya tidur, tolong di ta’liq dibagian ini bagi yang tahu ya).
               Jam 2.15, kurang dari 3 jam sudah terbangun. Dan sebagian rupanya masih terjaga. Apalagi yang curhat cinta, haduuh gelap – gelapan lagi. Tholhah dan Hudori, masih semangat dengan PS di laptop, ada yang ngobrol dipojok kolam (ini kalau tidak salah, Fahru dan Shiroot), dan tim gaple-an masih tetap main (ya Allah). OK, jam 3.00, masing – masing ada yang lebih memilih tidur, tapi tidak untuk Zaki dan Anis. Dengan tekad yang bulat, pasangan ini memilih untuk tidak tidur (lho, kaya kampanye gubernur). Jadilah, (sekarang ganti, tokohnya saya) saya yang sudah tak ngantuk lagi harus mengajak ngobrol keduanya. Awalnya ikut irama permainan remi-an, lalu gaple-an, dan akhirnya bosan, lalu makan (sudahan). Karena untuk tidurpun tidak bisa, kami pun akhirnya ngobrol – ngobrol santai. Pokoknya ngalor ngidul, tapi disini ada catatan menarik, Zakiyatul Mahmudah pernah punya nama Ahmad Zaki ! (kalimatnya spektakuler, kayak infotainment). Sebelum cerita, ada awalan begini bahwa semakin malam ketika seseorang akan semakin mudah menceritakan sesuatu, termasuk sesuatu yang jauh dari perkiraan seperti latar belakang keluarga, bahkan sesuatu yang tak mau diungkapkan saat terang akan diungkapkan di malam hari (ini sih, katanya…. Jadi nilainya bukan penelitian yaa sok tau aja). Tapi, Zaki cerita bahwa awalnya orangtuanya sudah mengira bahwa yang lahir adalah anak laki – laki, sehingga sudah dipersiapkan nama Ahmad Zaki. Tapi, ketika lahir perempuan – ya jelas tak cocok maka dinamakanlah Zakiyatul Mahmudah (simple sekali, nama baru cukup dengan merubah shighah al-kalimah Zaki – tinggal ditambah ta marbuthoh jadi Zakiyah, lalu nama Ahmad dengan wazan af’ala yang termasuk golongan Ism Ghoir Munshorif far’ ‘ilmiyyah dirubah jadi wazan maf’uulatan --> kalau ini mungkin bentuk maf’uul yang ditambahkan ta’ marbuthoh --> mohon dikoreksi “Miftahul Huda, Zakiyah Mahmudah”). Oh ya, sebelum melanjutkan saya mohon izin kepada mukhotob cerita ini untuk diceritakan ya, kalau belakangan ada complains and critics langsung komentar ya. Fokusnya bukan disana, karena ternyata ia sempat tidak tahu bahwa namanya yang sesungguhnya adalah Zakiyatul Mahmudah. Sampai suatu saat di pesantren, ia populer dipanggil Zaki. Dan ketika diceritakan kepada ibunya, barulah diketahui bahwa sebetulnya saat masih dalam kandungan pernah dikira akan lahir anak laki – laki, dan nama itu yang direncanakan (puuantesss tomboy poll...). Saya pun baru tahu, hobinya adalah menggantung boneka dan menyeret – nyeretnya di jalan (implikasinya adalah hobi sekali dengan film horror dan karena pernah bercita – cita menjadi dokter bedah), lalu pernah main kompor didalam rumah (wah jangan ditiru….).
               Sampai subuh, kami bertiga ngobrol – ngobrol ringan dengan teh hangat dan makan mie goreng sisa makan malam. Lalu jam 5 pagi satu demi satu dari kami mulai pergi untuk melaksanakan sholat subuh (begitu masuk, ya Allah masih tidur….. bangunnnn sudah subuh. Kadang lucu juga, malamnya waktu berdoa dalam rangka nishf sya’ban khusyuk sekali – tapi mungkin ini yang namanya sisi manusiawi seseorang, tapi sudahlah kami pun masing sering demikian.
               Baru jelang jam 6 pagi, beberapa teman putri mungkin sudah sholat di kamar dan mulai menyiapkan sarapan pagi dan menunya kali ini adalah nasgor (akronim nasi goreng, lebih masyhur dengan nama akronimnya), ada yang bersih – bersih, ada pula yang tidur lagi. Tapi, ada yang keren yang gak tidur semalaman, balik lagi ke meja belakang buat gaple-an dan remi-an (hadooh…..). Tapi, yang kami ingat sampai menjelang sarapan sekitar jam 8 pagi seluruh kegiatan hanya diisi oleh kegiatan – kegiatan ringan seperti nonton tv, main game, foto – foto (nah, faqod ashbaha al-moduusaat fii haadza al-majaal). Lalu skitar jam 7.30 semuanya makan (ternyata, menu pagi itu menjadi menu yang paling disantap habis, dan karena masih ada sisanya dimakan lagi setelah jalan pagi ke kebun teh).
               Rencana pagi itu, memang melihat – melihat kebun teh yang berada di arah selatan villa sekitar 500 meter. Semua pun berjalan menuju kesana, dan jalannya rupanya makin menyempit karena ada jalan yang berbagi 2 dengan saluran air (lagi – lagi, memang foto itu sering digunakan menjadi wasilah buat modus….. kok langsung kesini, belum nyambung). Sampai dikebun teh, yang merupakan destinasi wisata didaerah sana, karena setiap pengunjung bisa ikut membantu para pemetik kebun teh. Coba bagaimana menurutmu para pembaca, setiap pemetik pucuk daun di kebun teh itu dihargai hasil petikannya sekitar Rp 500,-/kg, sementara untuk mendapatkan per hari 10 kg itu, kata salah satu pemetik disana butuh waktu dari pagi hingga sore (berarti cuma Rp 5000,- , buat makan nasi ayam di pesanggrahan aja masih kurang Rp 3.000,- , hidup kadang tak adil……. What must we do ?)
               Kembali ke cerita, akhirnya semuanya memutuskan untuk keatas lagi, dan berkumpul disebuah tanah lapang – dan ternyata tidak jadi games, namun meneruskan evaluasi yang dibicarakan semalam (sebetulnya ini sangat jauh dari perkiraan kami, karena awalnya angket itu diperuntukkan untuk pribadi, dan khawatir menimbulkan kecemburuan atau percikan – percikan kecil jika diungkapkan secara terbuka maka kami memilih memasukkannya kedalam amplop dan diserahkan kepada masing – masing). Rupanya, atas instruksi seksi acara, kang Fahru (mungkin juga dia ngantuk karena begadang semalaman) maka dilanjutkan dengan sharing dari beberapa teman yang belum mendapatkan kesempatan berbicara. Tapi, secara umum respon yang diberikan kebanyakan positif. Yang kami ingat, misalnya ada yang mengatakan bahwa sangat merasa terbangun, dan menjadi motivasi dengan komentar – komentar tersebut – padahal tadinya ia sempat punya pemikiran untuk mundur dari FDI, kini ia malah men-support siapapun untuk bertahan di fakultas itu (ya, semoga diiringi dengan semangat belajar yang besar dan consist ya…). Ada yang awalnya merasa kurang kerasan sehingga sering cepat pulang setelah kuliah, dan kebetulan ia harus pulang pergi Ciputat – Bekasi. Ada pula yang memberikan responsi yang cukup tajam (setajam………… silet… lho bukan ya) tapi tidak sampai dijadikan perdebatan yang tak berujung. Ada yang merasa berterima kasih dengan adanya komentar tersebut, dan memohon maaf bila selama ini ada tingkah laku yang kurang berkenan.
               Tapi, ada satu komentar menarik dimana banyak juga pada waktu itu jadi sambil memberikan respon atas komentar – komentarnya ada pula yang memberikan kickback dengan respon atau pernyataan – pernyataan (sebetulnya, ini yang dikhawatirkan terjadi) yaitu pernyataan bahwa sebetulnya inti pembicaraan itu semua adalah saling mengoreksi diri, dan mengingatkan adalah hal utama dalam setiap hubungan. Tak terasa, lebih dari 1 jam sudah pembicaraan mengenai evaluasi dan sharing antar ‘adhwu al-fashl. Dan kegiatan itu diakhiri dengan foto bersama.
Kalimah al-Ikhtitam wa al-Targhib
               Akhirnya, review yang singkat ini sebetulnya masih ada beberapa cerita yang ingin diteruskan, tapi nampaknya bukanlah merupakan sesuatu yang tidak perlu didiskusikan dan direnungkan (ini sih biar kelihatan ilmiah, aslinya sudah “malas” dan “lapar” --> bukan makna sesungguhnya ya), walaupun ada cerita – cerita pinggir yang lucu juga untuk diangkat ke tengah seperti kasus zaidun qoimun vis to vis dhoroba zaidun (kalau ada yang merasa, mintaaa maaafff lagi yaaaa………..) tapi sepertinya tidak terlalu substantif untuk dibicarakan.
               Dan kalimat penutup dari cerita ini adalah, semoga dengan momentum bulan ramadhan ini, adalah momentum untuk bertolak dari kemalasan, dan keapaadaan dalam melakukan sesuatu (khususnya buat yang nulis, semoga taubat dari tidur panjangnya). Karena, keapadaan itu sudah pasti secara simultan menunaikan kita kepada formalitas semu – yang entah kenapa selalu menjadi kekhawatiran kami dengan melihat menurunnya aspek kritis – konstruktif dari kalangan mahasiswa (yang dalam konteks dirosat, mu’dhomuhum adalah santri, atau yang pernah bergelut dengan dunia skolastik santri). Sederhananya, bukankah Ulu al-Albaab (golongan yang berusaha memahami esensial) adalah  orang yang senantiasa mengkaitkan antara istiqrooat (pengamatan induktif) yang dalam konteks ini adalah melihat fenomena praksis dari masyarakatnya untuk kemudian diselesaikan dalam bingkai keimanan (teringat surah ali Imran 190 – 191). Tapi, semoga hal – hal ini bisa menjadi penyemangat dan pembangkit semangat kembali, khususnya pada diri kami dan umumnya bagi para pembaca review ini. Dan semoga iman, persahabatan, kasih sayang, dan tekad bulat menjadi tetralogi yang selalu mengikat semua dalam naungannya. Wassalam
تعلم فإن العلم زين لأهله * و فضل و عنوان لكل المحامد
و كن مستفيدا كل يوم زيادة * من العلم و اسبح في بحور الفوائد
تفقه  فإن الفقه  أفضل قائد * إلى البرّ و التقوى و أعدل قاصد
هو العلم الهادي إلى سنن الهدى * هو الحصن ينجي من جميع الشدائد
فإن فقيها واحدا متورعا * أشد على الشيطان من ألف عابد[3]


[1] Ada cerita menarik sebetulnya, jargon itu kami (baca: masrur) ambil dari salah satu kakak kelas di Pesantren Daar al-Sunnah, yang baru saja diwisuda dan mendapatkan predikat sebagai mahasantri terbaik ke-2. Didalam Dzikrayaat al-Takhorruj ia menuliskan pesannya dengan kisah Naaimiin tadi, dan isinya menurut kami sangat membangun karena melihat sisi lain, dari tidur itu sendiri. Intinya, tidak selamanya tidur itu buruk, karena banyak pula yang berhasil, walaupun sehari – hari sebagai tidur. Dan kebetulan juga, ia seorang teman baik kami namun ia sering menekankan bahwa jangan dijadikan sebagai kesengajaan, karena akan menyesal dikemudian hari dengan tidur – tidur di waktu yang bermanfaat. Sangat mungkin, ada keterangan – keterangan penting yang tidak kita dapatkan di muqorror ada saat jam – jam kuliah. So, Tuubuu ila Allah Ayyuhaa al-Naaimiin.
[2] Ini, kaya meriwayatkan hadits musalsal saja, ya gak apa – apa lah, mraktekkan ilmu……
[3] Syair yang masyhur didalam kitab Ta’lim al-Muta’allim hal. 3 karangan Syaikh al-Zarnuji ini adalah salah satu pegangan dan nasihat bagi siapapun yang hendak berkecimpung dalam lautan ilmu 

Rabu, 11 Juli 2012

Cinta: Dari Teori Konflik ke Integrated Chem

Belajarlah membentuk cintamu dengan teori integratif, bukan teori konflik.

Cinta yang berpijak pada teori konflik terjadi ketika dua pribadi yang sama-sama membawa 

mimpi buruk masa lalu, kemudian bersatu & menemukan pelariannya di saat yang tepat. 

Mudah terbentuk memang, tapi menyimpan bom waktu yang siap meledak kapanpun tiap kali 

pasangannya melakukan kesalahan yang sama dengan yang pernah dilakukan sang mantan. 

Cinta ini akan selalu ada bersamaan dengan rasa dendam. Di matanya, kamu tak ada beda

dengan sang mantan. Yang membedakan dirimu dengan mantannya hanyalah ketika kamu 

menawarkan janji cinta yang lebih indah.

Cinta yang baik, selalu berpijak pada teori integratif. Memang membutuhkan waktu yang relatif 

lebih lama untuk membentuknya. Ia terbentuk saat dua pribadi sama-sama memiliki komitmen 

untuk saling menatap masa depan, bukan cinta yang selalu terbayang-bayang akan masa lalu 

yang telah lewat. Cinta yang baik bersedia melepaskan baju masa lalu, memaafkan rasa 

dendam, dan terbentuk ketika dua pribadi bersiap membuka sebuah lembaran yang hanya 

akan diisi dengan catatan tentang dirimu dan dirinya, bukan masa lalu, maupun orang lain 

dalam hidupmu kini, dan nanti.

M. Sofi Mubarok - Alumni FDI UIN Jakarta, Pascasarjana IAI al-Ibrahimy, Situbondo

Kamis, 05 Juli 2012

Refleksi "Malam yg Ngantuk" - Kita dan Teman

Bismillah

 Ya, refleksi malam ini sejatinya, ingin mencoba menelisik tentang bagaimana sebuah

perkawanan itu terkadang membutuhkan sebuah energi untuk mempertahankan dan

menjaganya secara konsisten. Dalam bentuk yang berbeda - beda upayanya walaupun hemat

pribadi penulis nilai - nilai luhur akhlak yang lahir dari pesan - pesan inti keagamaan sudah

semestinya selalu dijadikan poros tingkah laku kita.


Ternyata, kedekatan yang secara bertahap itu semakin menguat, dan batas - batas diantara

dua sisi itu seringkali mulai mendekat bahkan pudar sama sekali tidak melulu membawa

dampak positif, atau setidaknya respon positif dari masing - masing pihak di awalnya. Hal ini

bisa digaris bawahi untuk dua hal yang penting:


1. Poros apa yang digunakan dalam membangun kedekatan itu, selama yang digunakan

adalah emosionalitas kemanusiaan yang "terlalu membumi", dan berimplikasi meninggalkan

emosionalitas kemanusiaan yang bermakna "langit", maka kekecewaan adalah satu dari

sekian implikasi logis dari dawammnya hal itu. Sederhananya, bukankah manusia sebuah 

makhluk yang dho'if dan sangat penuh keterbatasan ini sangat membutuhkan Allah yang

disimbolkan dalam bahasa filsafat "zat yang memiliki entitas tak terikat proses" sebagai

pangkal dari rujukan tingkah laku kita, dan jika manusia sengaja atau tidak meninggalkan itu,

justru akan semakin kehilangan sisi kemanusiaannya yaitu kemuliaannya dimata Allah ?


2. Tujuan dari interaksi dua arah tersebut (al-ta'aamul baina al-thorofain) apakah memang

untuk membangun antar sisi masing-masing, ataukah ada kepentingan - kepentingan yang

sesungguhnya hanya mengedepankan keuntungan pribadi semata yang mengalahkan

kepentingan temannya secara bersamaan, Akhirnya, ketika sisi - sisi itu tersingkap maka

kekecewaan insidental itu akan muncul.

Dua sisi itulah yang semestinya, hemat kami sangat perlu ditekankan dalam membina dan

mempertahankan sebuah interaksi ini. Ditambah lagi, yang sedang menjadi sorotan adalah

ketika bentuk hubungan dua sisi tersebut terburai "aib-aib"nya kedunia masyarakat sosio-

internet, Kami mengambil istilah ini, karena fenomena yang lahir adalah semakin pudarnya

antara ruang - ruang privat dengan ruang - ruang publik. Sehingga, keduanya saling

bergesekan, dan membuang batas-batas itu. Serta, didalam jejaring sosial, kini kita melihat

sebagian masyarakat kita dalam ruang - ruang yang "ghaib" itu.


Intinya, kami hanya ingin menegaskan bahwa:

1. pembangunan akan prinsip yang jelas dalam membina suatu apapun, mutlak diperlukan,

Dalam hal ini hubungan persahabatan misalnya. Dan lebih jauh, adalah menghargai

subjektivitas positif optimistik diatas objektif realistik, yang terkadang masing menggunakan

bahasa negatif misalnya.


2. kami bahkan merasa, sepertinya kita memang harus menahan diri untuk tidak mengatakan

sesuatu yang intinya tidak bermanfaat. Dan lebih jauh, kita pun bisa menghemat energi kita

untuk energi yang lebih dibutuhkan untuk hal - hal yang bermanfaat, aplikatif, dan positif dar

sisi-sisi agama, suku, bangsa, dan negara,

**Walllahu a'lam     - 16 Sya'ban 1432 H