Bagaimana pendapat anda tentang laman ini ?

Statistik

Tampilkan postingan dengan label Instropeksi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Instropeksi. Tampilkan semua postingan

Jumat, 06 April 2012

Runtuh

Runtuh, bangunan yang kokoh

Nampaknya, namun lagi dan lagi

engkau, wahai diriku tak tahu

Kelemahan rumahmu sendiri

Peta rancang itu, hanyalah manuskrip

Tak punya suara

Yang ada, adalah sang pembangun

Cita - cita yang panjang, kau hiasi pula

Dengan interupsi sana sini

Sekarang maunya, hendak ke mana ?

Bangunan itu harus terus ada

Buanglah, sikap mendua dalam dirimu

Ambil semua rencana, maket, yang telah kau rancang

Bersabarlah, dan ketekunan adalah kunci

Bukan, sekedar pilar - pilar kokoh

Tapi, berpondasi air dan lumpur

Semoga, ia kembali tegak

Ya, Semoga

(11.43 - Friday - April 6th - 2012)

Sabtu, 03 Maret 2012

SIAPAKAH MUSLIM YANG BAIK ???

Dari banyak kalangan Islam, yang berangkat dari lingkungan tradisonalis misalnya tentunya telah banyak bersentuhan dengan setidaknya kemapanan nilai-nilai agama yang sangat mapan, baik dari sisi struktur dari kitab tersebut, maupun unsur – unsur dari manusia yang terus menopang penggunaan kitab tersebut. Memang, hampir seluruh kitab – kitab yang disusun oleh para ‘ulama dengan bahasa Arab tersebut bisa dikatakan sebagai tafsiran dari Al-Qur’an dan Hadits/Sunnah apakah itu Tauhid, Fiqh, dan Tasawwuf. Sehingga, berpikir sederhananya adalah berarti mengenal sumber-sumber Islam dengan bahasa ibunya, dan kesimpulannya berarti semakin mempermudah jalan menuju Allah SWT.

Namun ada pula segolongan kelompok yang mungkin sangat jauh dari setidaknya tata bahasa asli dari Al-Qur’an, yaitu bahasa Arab yang praktis berarti pemahaman yang tidak sesempurna kalangan tradisionalis yang memahami sejak awal tata bahasa arab untuk memahami sumber-sumber unggulan umat muslim. Namun, apakah mereka dengan latar belakang pedagang, teknokrat, birokrat, konglomerat, dan profesi – profesi lain yang mungkin belum sempat memahami sumber – sumber keagamaan secara utuh, sehingga kalaupun membaca sumber-sumber keagamaan maka menggunakan sumber – sumber yang diterjemahkan (dalam bahasa Indonesia) misalnya. Maka, apakah mereka bisa di-klaim sebagai muslim yang kurang baik dari mereka yang belajar sejak awal sumber – sumber keagamaan Islam.

Dua kasus diatas memang bukan ingin dihadapkan secara kontraposisi, namun ini setidaknya menjadi reintropeksi secara terus menerus dari diri kita. Bukankah Islam sebagai rahmah li al-‘aalamiin ini telah menyatakan dalam sebuah ayat dalam Al-Qur’an Al-An’am:125 :

125. Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. dan Barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya[503], niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.

Hal inilah yang sebetunya menjadi kunci dari pemahaman yang mendalam dari sebuah saja – misalnya, dari nilai-nilai yang terkandung didalam Islam. Maka siapapun yang berkehendak menuju kebaikan dan mau membersihkan dirinya dari segala ekses-ekses yang menggangu kedudukan dasar manusia sebagai pengelola tunggal dimuka bumi ini, maka Allah bukakan jalan-Nya menuju Islam.

Tinggal, kita misalnya yang berlatar belakang pendidikan Islam berbasis tradisonal, terus merevitalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam sumber – sumber bermutu keislaman, walaupun dari hal itu semua sumber – sumber Tradisionalis semestinya terus menerus dievaluasi dan disinergikan dengan Al-Qur’an dan Hadits, dua sumber primer umat Islam. Karena, bagaimanapun bukankah itu semua (baca:kitab kuning misalnya) adalah hasil ijtihad dan konklusi dari ulama-ulama besar terdahulu. Dan sebaliknya kalangan yang muncul terus keinginan akan memahami dan mengamalkan secara utuh agamanya bisa saling bersimbiosis mutualisme dengan siapapun yang telah selangkah dalam memahami sumber-sumber agama secara tekstual, maupun (walau terus direvitalisasi) kontekstual.

Jadi, keimanan dan kesalehan bukan tergantung dari banyaknya sumber yang dibaca dan dimiliki, bukan ?

Lahir dari menguping celotehan seorang separuh baya yang bercerita dengan penuh semangat akan Islam via telepon dengan seseorang

بارك الله بعمره و علينا محاسبتنا