Bagaimana pendapat anda tentang laman ini ?

Statistik

Sabtu, 03 Maret 2012

Pasca Maulid: Aktualisasi Sunnah

Kita hampir mengakhiri bulan rabiul awal ditahun 1433 Hijriah ini untuk menuju bulan mendatang, yaitu rabiul akhir. Dibulan ini, hampir rata-rata umat muslim melaksanakan maulid Nabi Muhammad SAW dalam warna dan rupa yang berbeda-beda. Hal itu semuanya, pada tujuan idealnya bertujuan kepada peningkatan kecintaan kepada sosok Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam.

Dengan demikian, hal yang kita ketahui setidaknya dinegeri kita sudah mengakar kuat bahkan menjadi budaya, karena meskipun mempunyai dasar teologis berasal dari Islam namun muncul dengan bentuk-bentuk yang beragam diberbagai daerah semestinya menimbulkan sebuah pertanyaan sederhana namun mendasar yaitu; sudahkah kita menjadikan sosok Nabi sebagai sebuah teladan bersamaan dengan beliau adalah sunah-sunahnya yang semestinya menjadi keharusan kita untuk mengamalkannya di kehidupan sehari-hari kita ?

Contoh sederhana misalnya, dari tata sopan santun makan saja dimana banyak riwayat-riwayat tentang nabi makan. Dalam salah satu riwayat hadits ada salah satu adab menarik dari ‘Umar bin Abi Salamah yaitu:

أَكَلْتُ يَوْمًا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلّى الله عليه وسلم فَجَعَلْتُ آكُلُ مِنْ نَوَاحِي الصَّحْفَةِ فَقَالَ لِيْ رَسُوْلُ اللهِ صلى : "كُلْ مِمَّا يَلِيْك" (رواه البخاري ر: 5377)

“Suatu hari saya makan bersama Rasulullah SAW lalu aku makan dari segala sisi hidangan kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Makanlah yang ada didepanmu” (HR.Bukhori no.5377)

Setidaknya hadits ini mengajarnya 2 hal yaitu pertama, pendidikan akan adab ketika makan yang telah ditanamkan Nabi kepada anak tirinya yaitu Umar bin Abi Salamah, hal ini penting dikarenakan penanaman nilai itu lebih mudah ditanamkan sejak dini; kedua, cara makan dengan cara yang disebutkan hadits diatas dan dikoreksi Nabi mencerminkan keserakahan akan nikmat Allah SWT, bukan mensyukuri. Bahkan lebih jauh, jelas menggangu kenyamanan orang lain dengan mengambil makanan dari sudut-sudut yang lain dimana mungkin saja ada orang lain disudut tersebut

Dengan mencoba menggali nilai yang terkandung didalam hadits diatas dengan mencoba menghubungkan dengan maulid Nabi adalah bahwa pentingnya melakukan aktualisasi dan sosialisasi kandungan-kandungan yang ada di dalam sunnah. Hal ini, sering tertinggal dari pemaknaan maulid yang hanya mengkaver sisi-sisi pujian kepada sosok Nabi (dengan membaca maulid Dziba’) dengan bahasa Arab yang tidak semua masyarakat memahami bentuk syair yang penuh dengan nilai-nilai sastra yang mendalam dalam menjabarkan sosok Nabi.

Jika tidak dilakukan evaluasi secara berkala akan pemaknaan maulid, maka sejujurnya dikhawatirkan maulid yang bagi masyarakat Nusantara sudah menjadi tradisi akan kehilangan power of change-nya. Karena, bukankah Nabi Muhammad SAW adalah sosok pembimbing masyarakat paling ulung yang terus diakui hingga kini baik oleh kawan atau lawan.

Memang ada kecenderungan, membela diri dari pihak yang telah dan terus melaksanakan maulid setiap tahun terhadap pihak-pihak yang mengklaim bahwa perayaan itu adalah bid’ah. Namun demikian, hal itu bukanlah esensi terbaik dari penggalian kepribadian Rasul beserta dengan sunnahnya yang tentunya berhubungan dengan status hukum dan tata cara ibadah mahdhoh (Transendental)dengan ibadah social. Semoga, kita bisa terus memahami, menjalankan, dan memperbaharui terus menerus kualitas pribadi kita sebagai muslim, semoga Allah memudahkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar