Bagaimana pendapat anda tentang laman ini ?

Statistik

Sabtu, 03 Maret 2012

SIAPAKAH MUSLIM YANG BAIK ???

Dari banyak kalangan Islam, yang berangkat dari lingkungan tradisonalis misalnya tentunya telah banyak bersentuhan dengan setidaknya kemapanan nilai-nilai agama yang sangat mapan, baik dari sisi struktur dari kitab tersebut, maupun unsur – unsur dari manusia yang terus menopang penggunaan kitab tersebut. Memang, hampir seluruh kitab – kitab yang disusun oleh para ‘ulama dengan bahasa Arab tersebut bisa dikatakan sebagai tafsiran dari Al-Qur’an dan Hadits/Sunnah apakah itu Tauhid, Fiqh, dan Tasawwuf. Sehingga, berpikir sederhananya adalah berarti mengenal sumber-sumber Islam dengan bahasa ibunya, dan kesimpulannya berarti semakin mempermudah jalan menuju Allah SWT.

Namun ada pula segolongan kelompok yang mungkin sangat jauh dari setidaknya tata bahasa asli dari Al-Qur’an, yaitu bahasa Arab yang praktis berarti pemahaman yang tidak sesempurna kalangan tradisionalis yang memahami sejak awal tata bahasa arab untuk memahami sumber-sumber unggulan umat muslim. Namun, apakah mereka dengan latar belakang pedagang, teknokrat, birokrat, konglomerat, dan profesi – profesi lain yang mungkin belum sempat memahami sumber – sumber keagamaan secara utuh, sehingga kalaupun membaca sumber-sumber keagamaan maka menggunakan sumber – sumber yang diterjemahkan (dalam bahasa Indonesia) misalnya. Maka, apakah mereka bisa di-klaim sebagai muslim yang kurang baik dari mereka yang belajar sejak awal sumber – sumber keagamaan Islam.

Dua kasus diatas memang bukan ingin dihadapkan secara kontraposisi, namun ini setidaknya menjadi reintropeksi secara terus menerus dari diri kita. Bukankah Islam sebagai rahmah li al-‘aalamiin ini telah menyatakan dalam sebuah ayat dalam Al-Qur’an Al-An’am:125 :

125. Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. dan Barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya[503], niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.

Hal inilah yang sebetunya menjadi kunci dari pemahaman yang mendalam dari sebuah saja – misalnya, dari nilai-nilai yang terkandung didalam Islam. Maka siapapun yang berkehendak menuju kebaikan dan mau membersihkan dirinya dari segala ekses-ekses yang menggangu kedudukan dasar manusia sebagai pengelola tunggal dimuka bumi ini, maka Allah bukakan jalan-Nya menuju Islam.

Tinggal, kita misalnya yang berlatar belakang pendidikan Islam berbasis tradisonal, terus merevitalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam sumber – sumber bermutu keislaman, walaupun dari hal itu semua sumber – sumber Tradisionalis semestinya terus menerus dievaluasi dan disinergikan dengan Al-Qur’an dan Hadits, dua sumber primer umat Islam. Karena, bagaimanapun bukankah itu semua (baca:kitab kuning misalnya) adalah hasil ijtihad dan konklusi dari ulama-ulama besar terdahulu. Dan sebaliknya kalangan yang muncul terus keinginan akan memahami dan mengamalkan secara utuh agamanya bisa saling bersimbiosis mutualisme dengan siapapun yang telah selangkah dalam memahami sumber-sumber agama secara tekstual, maupun (walau terus direvitalisasi) kontekstual.

Jadi, keimanan dan kesalehan bukan tergantung dari banyaknya sumber yang dibaca dan dimiliki, bukan ?

Lahir dari menguping celotehan seorang separuh baya yang bercerita dengan penuh semangat akan Islam via telepon dengan seseorang

بارك الله بعمره و علينا محاسبتنا

Tidak ada komentar:

Posting Komentar