Bagaimana pendapat anda tentang laman ini ?

Statistik

Jumat, 25 April 2014

Jum'at: Kata dan Makna



Kolom Bahasa: Mengamati Bahasa Mencari Makna



Saya tidak tahu apakah kolom ini masih ada atau tidak, tapi Koran Kompas pernah membuat sebuah kolom terkait bahasa. Didalamnya diisi dengan pembahasan satu kata tertentu dan bagaimana kata tersebut popular digunakan di masyarakat luas. Penulisnya tidak hanya satu, kebanyakan penulisnya adalah pakar-pakar bahasa Menarik nampaknya kalau kami mencoba kembali menulis topik dengan model demikian.


            Hari ini adalah hari Jum’at. Tapi bagaimana sesungguhnya penulisannya ? Jum’at atau Jumat. Ia juga menjadi istilah popular bagi muslim di Indonesia dengan istilah jum’atan, untuk mengisyaratkan kepada sholat jum’at didalam Islam dengan rukun dan syarat-syarat tertentu. Bahkan, posisinya sejajar dengan shalat dzuhur karena setelah melaksanakannya. Dikalangan umat Kristen, ia digunakan sebagai istilah bagi hari raya paskah, dikenal dengan Jum’at Agung.. Tapi lagi-lagi, sebagai orang yang lahir, hidup, dan besar di Indonesia dengan segala kebudayaan, dinamika, dan kelucuannya, saya sering dihadapi tanda tanya benarka menuliskan kata jum’at tersebut ?
            Kata jum’at, sebagai sebuah kata yang diserap dari bahasa arab ia pada awalnya adalah derivasi dari akar kata jama’a. Sekedar wawasan, bahasa arab memiliki terkait asal usul derivasi kata ini. Sebagian menyatakan bahwa fi’il (verba) adalah asal usul kata sehingga segala kata-kata yang diturunkan kesemuanya dikembali kepada nomina, mazhab ini dipegang oleh para punggawa bahasa di Kufah. Lain lagi dengan daerah Bashrah, meskipun keduanya sama-sama berada di Negara Irak saat ini, di Bashrah para pakar bahasa menyimpulkan bahwa sumber kata-kata itu semua mengakar kepada mashdar (nomina). Sesuai dengan pilihan penamaannya, ia mempunyai filosofi bahwa isim (nomina) adalah sebagai sumber (mashdar).dari kata-kata yang diturunkan darinya. Jama’a pada awalnya berarti berkumpul, seperti kata Jum’ah yang menurut al-Azhari, seorang pakar bahasa melalui buku Tahdzib al-Lughoh bisa dibaca dengan Jum’ah dan Jumu’ah juga memiliki arti berkumpul, dan biasanya kata-kata yang diturunkan darinya menyimpulkan makna berkumpul baik itu diciptakan ataupun memang hasil inisiatif dari pelakunya.
            Di Indonesia, pada umumnya kita banyak melakukan penyerapan dari bahasa asing, untuk kemudian ditransliterasi sesuai dengan pengucapan yang disepakati pada bahasa Indonesia. Namun, itu semua biasanya ditentukan oleh para pakar di Dewan Bahasa Departemen Pendididikan dan Kebudayaan. Kita tidak perlu merasa miris, karena memang kebudayaan kita telah mengalami persinggungan dengan banyak kebudayaan lain yang banyak dan kemudian secara masif ikut serta menggunakan bahasanya. Dari sini, para pakar menyimpulkan bahwa penyerapan bahasa arab sebagai bahasa yang digunakan oleh pemeluk agama Islam benar-benar telah diterima secara akulturatif kedalam kebudayaan Indonesia. Buktinya, semua nama-nama hari adalah hasil akulturasi dari bahasa arab hanya minggu saja yang diperkirakan (sebagaimana yang saya ingat dari sebuah wawancara di TVRI terhadap Abdurrahman Wahid) berasal dari bahasa Portugis  yaitu Dominggo, yang bermakna hari Tuhan. Belakangan, saya mulai mendengar bahasa Ahad, untuk menggantikan kata minggu. Dan, ternyata ia dimasukkan kedalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai sinonim kata minggu. Saya mungkin akan bercerita dilain kesempatan tentang siapa yang lebih berhak mengklaim untuk memberikan penamaan minggu atau ahad, mudah-mudahan.
            Terakhir, kembali ke urusan transliterasi. Sebuah kata, sebenarnya akan lebih baik jika diserap dengan tanpa meninggalkan struktur dasar dari bagaimana bahasa itu dituturkan. Dalam bahasa inggris, kita tidak kehilangan makna yang berarti ketika mengungkapkan kata rekonstruksi yang pada awalnya dituturkan dengan reconstruction. Pelafalan c hanya diganti dengan k dan tion digantikan dengan si. Mudah-mudahan demikian, karena saya tidak memiliki kemahiran dibidang ini. Tapi, untuk kata jum’at yang dituliskan dengan jumat ada permasalahan dalam penulisannya dalam pelafalannya. Kita harus mendudukkan pertanyaan, apakah yang dipertimbangkan adalah penulisan huruf-huruf arab kedalam huruf-huruf latin, atau bagaimana kata itu dituturkan. Hamzah (yang dalam huruf latin dibaca a) memiliki pelafalan yang berbeda dengan ‘ain (yang ditransliterasi dengan huruf ‘a, dengan tanda petik sebagai pembeda dengan a). Memang, hamzah dan ‘ain keduanya termasuk kedalam huruf yang muncul dari daerah kerongkongan (hurÅ«f al-halaq). Saya, pada akhirnya harus memilih untuk berupaya menyesuaikan dengan penuturan asli kata tersebut, tanpa harus punya keyakinan bahwa ini akan menghilangkan budaya berbahasa Indonesia. Penulisnya jumat, meniscayakan kita untuk tidak membaca huruf ‘ain didalamnya dan akan merubah maknanya. Bukankah penyerapan, pengadopsian sebuah kata mengharuskan kita untuk tetap menjaga makna aslinya bukan ? Semoga kita disemua diberkahi di hari jum’at ini.


Ciputat, 25 April 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar