Dimanakah tinggalmu,
wahai kawanku
Tawa dan senyum yang
khas, membuat aku tertegun
Dimanakah kau tinggal,
wahai kawanku
Sahabat, kawan, dan guru
untuk banyak hal
Elok dan menawan betul
pribadi dan gayamu, wahai kawanku
Mari kita saling
bertandang, kunjung mengunjung.
Jarak, waktu, biaya, dan
tenaga tak perlulah itu ditanya
Memang itu, seni dalam
hidup bukan
Kau pun sumringah dan
bersemangat saat menuju rumah
Menanjak, berkelok, naik
turun gunung
Itu semua satu dari
miliaran nikmat Tuhan yang tak berbilang
Ini juga bagian dari
petualangan bukan
Menyusuri bukit, gunung,
kebun.
Saling sapa, tertawa, dan
terpesona bersama didalam angin yang sepoi-sepoi
Angin berhembus, dengan
semangat menyala-nyala
Diantara kebuh teh, padi,
pohon bambu, hingga nyiur kelapa
Hei, cuma itu yang aku
tahu namanya disini
Lelah dan letih
tergadaikan bahkan surplus dengan indahnya panorama
Hei, kita masih belum
sampai
Dimana kita ini, apa
sudah sampai kolong langit kawanku
Bertemu dengan penduduk,
yang semakin ramah, anggun, dan sakral
Dalam bingkai adat yang
kokoh turun temurun
Kita sampai, sambutannya
begitu ramah
Apalagi hidanganya,
janganlah kau tanya lagi
Semuanya alami,
bersahaja, dan begitu istimewa
Jangan berlebihan kawan,
kami cuma sekadar temanmu
Cukup anggap saja, ini
momentum emas yang sulit terulang kembali
Kolam disisi rumah,
airnya langsung bersumber dari mata air gunung
Gemericiknya, aah merdu
sekali kawan
Dedaunan bergerak dan
bergoyang dengan malu bersama angin sore
Kau tak perlu tanya
masyarakatnya, apalagi kau pandang sebelah mata
Sungguh tak elok kalau
kau demikian
Tak ada keangkuhan,
bahkan yang tersirat sekalipun
Semua bergerak dengan
sunnatullah-Nya, melangkah, susah, senang, dijalani bersama
Semoga, aku, kamu, dan
kita bisa bertemu lagi
Disana
Amin....
Cibeureum, Tasikmalaya, 21 Februari 2014
Dengan perubahan dan pertimbangan seperlunya di:
Ciputat, 19 Maret 2014
*dipublikasikan di Buletin Pojok Pesantren – Majalah Nabawi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar